Industri hulu minyak dan gas bumi (migas) berkomitmen mengutamakan peran industri di dalam negeri di dalam aktivitas operasionalnya untuk menambah multiplier effect bagi perekonomian nasional.
Untuk mewujudkan perihal tersebut, terhadap aktivitas hulu migas terkandung intervensi Negara di dalam wujud kebijakan pemerintah yang berpihak terhadap industri nasional.
“Keunggulan mekanisme kontrak bagi hasil yang berlaku di sektor hulu migas adalah negara masih ada di dalam melakukan kendali terhadap operasi yang dilakukan oleh kontraktornya,” kata Kepala Satuan Kerja Khusus
Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dengan menggunakan Flow Meter Solar.
SKK Migas sebagai pengawas dan pengendali aktivitas industri hulu migas, menerapkan kebijakan yang mewajibkan kontraktor migas untuk mengutamakan perusahaan nasional sebagai pemasok barang dan jasa di dalam kegiatan
mereka. Kebijakan ini tertuang di dalam Pedoman Tata Kerja Pengelolaan Rantai Suplai yang dikeluarkan oleh SKK Migas.
Aturan selanjutnya pada lain mewajibkan kontraktor migas atau dikenal bersama nama Kontraktor Kontrak Kerja Sama (Kontraktor KKS) untuk menggunakan, memaksimalkan, atau memberdayakan barang memproduksi di dalam negeri yang mencukupi jumlah, kualitas, pas penyerahan, dan harga, bersama mengacu terhadap buku Apresiasi Produk Dalam Negeri (APDN) yang dikeluarkan Kementerian ESDM.
Untuk kategori produk-produk yang wajib diambil alih dari di dalam negeri cocok APDN, Kontraktor KKS tidak diperbolehkan impor. Aturan itu termasuk mensyaratkan sebagian besar pengerjaan terhadap kontrak jasa dilakukan di di dalam lokasi Indonesia.
Apakah kebijakan ini lumayan berhasil?
Data tunjukkan bahwa dari keseluruhan nilai seluruh prinsip pengadaan barang dan jasa industri hulu migas periode Januari – Juli 2015 sebesar US$ 2,525 Juta, kandungan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) meraih 67,22 prosen (cost basis).
Selain itu, industri hulu migas termasuk ikut sedia kan kesempatan usaha bagi BUMN. Dari 2010 sampai 2014, keterlibatan BUMN di dalam sektor hulu migas telah meraih angka US$4,5 miliar bersama TKDN biasanya sebesar 77,25 persen.
Tidak hanya itu saja, terkandung termasuk keputusan yang mengatur pelaksanaan pembayaran kepada penyedia barang dan jasa melalui bank yang berada di Indonesia bersama mengutamakan pemanfaatan Bank Umum Nasional.
Khusus bagi
Kontraktor KKS status berproduksi, seluruh transaksi pembayaran wajib menggunakan Bank Umum berstatus Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/BUMD).
Total transaksi pembayaran pengadaan melalui bank-bank itu terhadap April 2009 sampai Desember 2014 meraih US$44.91 miliar. Partisipasi BUMN dan BUMD ini diinginkan akan meningkat di masa mendatang agar multiplier effect industri hulu migas bagi usaha negara lainnya dapat berjalan maksimal.
Kebijakan yang berpihak terhadap nasional ini kerap diprotes pihak luar sebab dianggap diskriminatif. Perlu diingat bahwa usaha hulu migas adalah usaha Negara yang seluruh pengeluaran akan digantikan kalau aktivitas itu menghasilkan migas yang komersial. Dengan demikian, sangatlah logis kalau Indonesia mengutamakan industri di dalam negeri di dalam aktivitas sektor hulu migas.
Namun, di segi lain, perusahaan nasional yang berminat terlibat di dalam aktivitas hulu migas ini pun wajib paham bahwa tidak benar satu sifat industri energi fosil ini adalah mempunyai risiko yang tinggi.
Setiap kekeliruan prosedur dapat menghentikan proses produksi, rusaknya fasilitas, rusaknya lingkungan, bahkan hilangnya nyawa manusia. Tidak heran kalau kontraktor migas pun menentukan standar yang sangat tinggi bagi rekanan yang menjadi mitranya.